Kamis, 24 Juli 2014

The One That Got Away - Katy Perry (Cover by Tiffany Alvord & Chester See)















Aku. Suka. Bange. Lagu. Ini.
Dan ini versi coveran yang paling enak.

Kutipan Novel; Pillow Talk


Kami 'bersahabat' sejak kecil.
Tepatnya, kalau ada kata lain untuk menggambarkan sesuatu yang melampaui 'sahabat', maka itulah kami.
Berbagi cerita, berbagi rahasia.
Bahkan, tanpa disadari, kami pun membagi cinta.
Tapi, apakah kau tahu, rasanya saling mencintai namun bertahan untuk tidak saling memiliki?
Percayalah, ini lebih buruk dari sekedar patah hati.
Ini bukan kisah cinta yang ingin kau alami.

Yha.
Nyah.
HAHAHAHA. Guys. Ini buku. Nusuk abis ceritanya. Mau dikasih bocoran? Happy ending. Tapi, kalian harus baca "proses"-nya. Sip banget. Gangerti lagi kenapa si Christian Simamora selalu bikin cerita yang "proses"-nya pas banget. Gila geregetan abis bacanya. Parah.
Jadi, intinya yang aku suka, 'diam-diam memendam perasaan kepada sahabatnya'. 
Didalamnya ada quotes yang nusuk banget. Yhea lebay ceritanya.
"There she goes again. The girl I'm in love with, it's cool we're just friends."
Okay. Jadi, gitu. Sekian.

Rabu, 23 Juli 2014

Cerita Tentang Kamu

Hai, Kamu!
Apa kabar dirimu? Baikkah dirimu?
Apa kabar jiwamu? Masih samakah jiwamu?
Apa kabar senyummu? Tetap menawankah senyummu?
Apa kabar suaramu? Semakin beratkah suaramu?
Apa kabar tawamu? Masih lebarkah tawamu?
Apa kabar leluconmu? Semakin kriukkah leluconmu?
Apa kabar tatapanmu? Tetap tajamkah tatapanmu?
Apa kabar paru-parumu? Semakin tercemarkah paru-parumu?
Dan... Apa kabar hatimu? Masih tetap bekukah?
Kamu tau? Masih ada beribu apa kabar yang ingin kuucapkan.
Betul, ucapkan, bukan tanyakan. Karena aku terlalu takut untuk mendengar jawaban-jawaban yang akan keluar dari mu. Atau bahkan mungkin bisa tak terjawab? Entahlah.
Kamu tau? Aku masih menyimpan ketakutan-ketakutan yang sama. Ketakutan yang membuatku hanya sekedar menulis. Ketakutan yang membuatku tetap berdiam di tempatku berdiri. Ketakutan yang ternyata menjerumuskanku kepada sosok lain. Ketakutan yang ternyata malah membuatmu tau. Ketakutan yang sungguh tak ada gunanya.

Malam itu, Kamu, akhirnya datang. Setelah pertemuan terakhir kita dua tahun yang lalu.
Kamu masuk ke rumah teman kita dengan senyum dibibir. Senyum dua sentimetermu. Lalu bersalam-salaman ria kepada semua teman. Kepadaku. Aku. Kamu tersenyum. Senyum yang selalu ingin ku lihat. Senyum yang membuatku termangu sepersekian detik. Senyum yang selalu ku rindukan.

Aku dan Kamu duduk berseberangan. Meja bundar yang mengelilingi kita yang juga menjadi pembatas diantara  kita.
Kamu masih bertahan dengan senyummu. Dengan cerita hidupmu selama kita tak jumpa.
Aku, seperti yang lain, duduk manis mendengarkan dengan mengangguk-angguk diselingi tawa.
Masih seperti dulu, Kamu, selalu menjadi pusat perhatian. Dan benar-benar membuat semua orang beralih kepadamu. Zodiak Leo-mu sangat tercermin ya.

Kamu tau? Aku masih mengingat setiap detailnya hal-hal kecil dari mu. Ketika makanan dihidangkan, kamu mengambil sendok dan garpu dengan tangan kanan dan tisu makan dengan tangan kiri, kemudian siap mengelap sendok dan garpumu. Kamu menghirup kopi atau teh mu dengan tangan kiri dan tangan kanan tetap memegang sendok. Kamu akan menelungkupkan sendok dan garpu diatas piring dengan posisi arah jarum jam pukul 4, bila kamu telah selesai makan. Dan begitu pula malam itu, semua tingkahmu di meja makan berjalan sesuai yang ada pikiranku. Persis sekali.

Ketika semua teman sedang asik berkeliling rumah teman kita itu, kamu menghampiriku yang sedang berdiri, ikut tertawa mendengar lelucon salah satu dari teman kita. Kamu bertanya, "How's life?". Hei, how's life? Kamu serius bertanya seperti ini kepadaku? Tanyaku dalam hati begitu mendengar pertanyaanmu. Life is so flat and miserable if you want to know. Karena apa? Karena kamu tidak disini. Bersamaku. Tentu saja, itu aku katakan dalam hati. Aku hanya menjawab, "So far so good hehe". What? Hehe? Yup aku memang pembohong paling ulung di negeri ini.

Dan dari situ lah cerita diantara kita mengalir. Tentang kamu yang sedang fokus untuk mendapatkan ijasah sarjana akuntansi mu. Tentang aku dengan penelitian-penelitian di labolatorium milik perusahaan tempatku bekerja. Tentang adik perempuanmu yang sudah remaja. Tentang hidupku yang membosankan. Tentang kamu yang belum punya pacar. Dan tentang-tentang lainnya. Tapi, apakah kamu tau? Bahwa aku tidak peduli dengan apa yang aku ucapkan, yang aku pedulikan hanya ucapanmu. Semuanya terasa seperti kamu menghisapku. Menghisap perhatianku. Menghisap pikiranku.

Malam itu, aku berpikir, mungkin memang sudah saatnya aku beritau kamu tentang perasaanku, tapi bukankah kamu sudah tau? Ah ya, kamu memang sudah tau, tapi bukan dari aku karena aku tidak pernah punya nyali sebesar itu. Malam itu, aku berpikir, sudah hampir 8 tahun aku memendam perasaan ini. Hei, de-la-pan ta-hun. Iya, benar, sejak kelas 2 SMP. It's so impossible, right? Tidak. Aku bisa. Aku bisa memendam perasaan itu, selama itu. Bahkan bisa lebih lama dari ini. Malam itu, aku berpikir, untuk apa memendamnya lagi? Toh pada akhirnya aku memang akan melakukannya. Sekarang atau besok, jawabannya pasti tetap sama menakutkannya, bukan? Jadi, aku tekadkan malam itu untuk memberitahumu. Aku tidak tau dan tidak peduli apakah ada yang mendengar nantinya atau tidak, yang aku pedulikan hanya hubungan kita setelah malam itu, setelah aku mengungkapkan semuanya. Apakah akan tetap sama? Atau berbeda? Ku harap berbeda dalam arti yang menyenangkan.

Tapi, takdir berkata lain. Malam itu, ketika semua sudah bersiap ingin pulang, aku menghampirimu, mengajakmu bercanda dan kami tertawa sangat seru. Aku sangat menikmatinya dan ini mungkin akan menjadi pertanda baik. Tetapi, tiba-tiba dia, perempuan masa lalumu itu yang juga teman sepermainan kita, menghampiri kita yang sedang tertawa seru. Bukan, bukan menghampiri kita, tetapi menghampirimu. Karena ia langsung bertanya apakah kamu ingin pulang bersamanya yang sialnya kalian satu arah jalan pulang. Perempuan itu memang sempat menawariku sebelumnya, tetapi aku tolak karena aku membawa kendaraan sendiri. Dan yang membuat aku shock, kamu meng-iya-kannya. Oke, mungkin seharusnya aku tidak perlu shock karena kalian memang masih dekat seperti itu. Memang aku nya saja terlalu bodoh. Terlalu bodoh karena tidak bertindak lebih cepat. Terlalu bodoh karena tidak bisa berbuat apapun. Terlalu bodoh untuk terus bediam diri menunggu waktu yang tepat, padahal waktu yang tepat itu kita yang buat bukan tunggu. Terlalu bodoh untuk terus menunggumu. Terlalu bodoh karena jatuh terlalu dalam kepada mu.

Dan sepertinya, perjalanan memendam rasaku ini semakin panjang.

Minggu, 13 Juli 2014

Seperti Kopi

Kamu itu seperti kopi
Yang membuat kerja jantung lebih 'cepat' dari normalnya

Kamu itu sepeprti kopi
Yang membuat candu akan berbagai 'rasa'mu

Kamu itu seperti kopi
Yang selalu punya cerita disetiap 'rasa'mu

Kamu itu seperti kopi
Yang bisa mengganti sel-sel dikulit yang sudah 'mati' dengan yang 'baru'

Kamu itu seperti kopi
Yang selalu bisa menggugah berbagai macam 'mood'

Kamu itu seperti kopi
Yang bisa membuat siapapun 'menunggu' demi mengetahui bagaimana 'rasa'mu

 Kamu itu seperti kopi
Yang diam-diam 'mematikan'

Kamu itu seperti kopi
Yang ...
Yang ...
Yang ...
Yang selalu membuatku dapat melancarkan kertas kosong menjadi sebuah karya