Minggu, 12 April 2020

A Sweet Goodbye

The words that you whispered
For just us to know
You told me you loved me
So why did you go away?

"Cangkir ketiga buat malam ini. Lo enggak baik-baik aja, Ra."

Aku sadar, Ki, kamu tenang aja. Tentu saja itu hanya aku ucapan dalam hati dan yang sebenarnya aku lakukan hanyalah mendengus ke arah lain.

"Kita pulang aja, yuk? Nanti abang lo nyariin."

"Gue masih pengin di sini." Sama kamu, Ki. Iya, itu imbuhan dalam hati lagi. Aku takut bagaimana kamu akan bereaksi terhadap semua monolog-monolog yang aku ciptakan di pikiranku tentang kita.

"Kita masih harus pergi ke beberapa tempat besok pagi, Ra. Lo jadi nemenin gue, 'kan?"

Aku hanya mengangguk. Kamu tau kenapa aku masih ingin di sini? Selain karena kamu, aku tidak ingin tidur. Karena itu akan membuat hari esok--alias kenyataan--semakin cepat datang. Keberanianku belum terkumpul 100%, Ki. Kamu mengerti, 'kan?

"Ada apa, Ra?" Tanyamu dengan mata yang melembut. Fokusmu beralih dari handphone ke mataku. Tatapmu menyiratkan kekhawatiran dan kehangatan yang sudah lama aku dambakan.

"Seyakin apa lo dengan keputusan besar lo ini? This is a big thing."

Pertanyaan itu meluncur tanpa aba-aba. Aku sudah menahannya, tapi ternyata memang tidak bisa.

"Ra, kita mau bahas ini lagi? Maaf, ya, Ra. Gue pikir lo udah deal with it."

"Gue belum bilang apapun, Ki. Gue tau lo tau apapun yang gue pikirin tanpa harus gue ungkapin. Tapi, untuk malam ini aja, dengerin gue, please?"

Kamu mengangguk. Mungkin ini akan jadi akhir dari segala hubungan yang kita punya, Ki. Atau justru semakin baik? Aku tidak tau. I will do my best. For you.


And I hope the sun shines
And its a beautiful day
And something reminds you

"Gue sayang lo, lebih dari apapun yang lo anggap selama ini. Gue tau gue egois karena gue melibatkan lo dalam semua mimpi-mimpi gue. Gue membuat semua aspek kehidupan gue ada lo didalamnya. Tanpa minta persetujuan lo sama sekali. Iya, walau baru mimpi-mimpi tentang masa depan, tapi lo tau seberharga apa mimpi bagi hidup gue."

Aku tidak akan berhenti, Ki. Tidak ingin. Ya setidaknya untuk malam ini dan beberapa malam ke depan. Tidak tau jika tahun depan.

"Gue enggak punya mimpi yang enggak ada lo didalamnya. Lo pun tau kita berdua sama-sama melangkah ke tujuan-tujuan kita. Semua hal. Obrolan, hobi, mimpi. We are the same with our own way. Tapi, ternyata itu enggak cukup. Bodohnya gue, gue enggak pernah menyadari itu, Ki."

"Ra, please." Kamu menggenggam tanganku yang sudah gemetar. Ini tanganku atau tanganmu, ya?

"Ki, biarin ini kayak gini dulu, ya? Buat malam ini aja." Pintaku. Terdengar sangat desperate, right? 

Kamu pindah duduk menjadi di sisi kananku. Tangan kirimu tetap memegang kedua tanganku dan tangan kananmu mengelus puncak kepalaku. Aku memejamkan mata sembari berdoa agar waktu dihentikan sebentar saja. Aku ingin merekam moment ini. Agar esok hari aku dapat mengulangnya.

"Makasih, ya, Ra, udah mau nemenin langkah gue sampai sejauh ini. Gue enggak akan jadi gue yang sekarang kalau enggak ada lo. Lo tau lo berarti banget di hidup gue, Ra."

"Pada waktu yang tepat, akan ada orang yang datang ke hidup lo dengan segala hal terbaik yang dia punya dan dia bisa kasih. Itu bukan gue, Ra."

"Iya, karena lo menemukan orang itu duluan, Ki, dan itu bukan gue." Balasku sambil sedikit meringis. Ngilu tapi lucu.

"Sorry, Ra.."

"Enggak, enggak, ini bukan salah lo, kok. Emang udah jalannya, kali, yaa, Ki?" tanyaku tanpa perlu jawaban. Mata kami masih terpaut. Aku berusaha untuk tidak tenggelam.

Dan kamu mengecup bibirku.

Pertama dan terakhir.

Feels so weird and sweet at the same time.

"Makasih karena lo selalu mengerti gue, Ra. Gue harap dengan gue nikah nanti, gue masih bisa jadi teman baik lo. Gue enggak berharap, sih, tapi seenggaknya gue masih bisa denger update kehidupan lo."

"Walau itu dua bulan sekali?"

"Walau itu satu tahun sekali. Gue tetap akan buka pintu, Ra."

Aku tersenyum. Senyum lepas pertama untuk malam ini dan malam-malam berat sebelumnya.
Kamu tau rasa sakitnya, Ki? Ah, tidak, kamu jangan sampai tau rasanya. Setidaknya, aku sudah menyampaikan sesuatu yang selama ini tertahan. Semua gelisah, ragu, dan ketakutan, lenyap begitu saja. Tentu, rasa sakit menjadi penggantinya. But its ok. Semua akan baik-baik saja pada waktunya.

"Besok tetep mau temenin gue nyiapin seserahan, 'kan, Ra?"

"Iya, pasti. Sampai lo sah. I will do my best."

All that I know is that
I dont know how to be something you miss
Never thought we'd have a last kiss
Never imagined we'd end like this
Your name, forever the name on my lip

Last Kiss - Taylor Swift


***
Jakarta, 11 April 2020