Jumat, 01 Mei 2020

Satu Yang Tidak Pasti

"Kenapa selalu maksain, sih?"

Arin tau, itu akan jadi kalimat tanya pertama yang keluar dari mulut Rendi. Arin menjawab dengan senyuman. Kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke panggung. Band yang ditunggu Rendi belum tampil.

"Lo mau duduk dulu? Kita ke backstage sebentar, yuk?"

"Enggak, tanggung, Ren. I am ok, dont worry."

Rendi menghela nafas dan mengalihkan pandangan untuk melihat sekitar. Ia menangkap bayangan Lia, teman seperdivisinya, dan menanyakan sesuatu yang tidak bisa Arin dengar.

Setelah beberapa menit Lia menghilang dari keduanya, ia kembali lagi dengan membawa segelas teh manis hangat.

"Thanks, ya, Li." ucap Rendi, yang kemudian ia berikan gelas tersebut kepada Arin.

"Lo minum. Habiskan, ya." Arin terkejut dan menerima gelas dengan pipi bersemu. Rendi tersenyum menyaksikan pemandangan tersebut.

"By the way, gue baca cerita-cerita terbaru di blog lo." ucap Rendi dan membuat Arin tersedak. Hawa panas menjalar disekujur tubuh Arin. Tangannya mulai sedikit gemetar.

"Gue enggak salah denger?"

"Enggak, gue serius, Rin. Gue baca cerita tentang Fin dan Sandi. Gue baru tau, lo bisa tau sedetail itu tentang Spanyol." jawab Rendi dengan mata berbinar.

Yaa karena lo suka negara itu, Ren, dan gue riset. Jawab Arin dalam hati. Ia masih salah tingkah. Arin memang mem-publish cerita-ceritanya di blog, tapi ia tidak menyangka Rendi--muse-nya--akan membaca cerita tersebut.

"Bukannya lo enggak suka cerita romance? Kok, lo baca itu?" ujar Arin. Iya, hanya itu yang bisa diucapkan.

"Iseng aja, hehe." kata Rendi dengan melirik curiga ke arah Arin.

"Minggu depan endingnya. Gue udah kehilangan chemistry sama kedua tokoh itu." ucap Arin dengan mata memandang jauh kedepan. Ia membayangkan kembali cerita antara Fin dan Sandi, sudah terlalu lama mereka bercerita dan tidak menemui ending-nya. Arin sudah mulai bosan dengan kemungkinan-kemungkinan dari cerita-cerita yang ia tulis. Sudah tidak menemukan feel-nya lagi.

"Loh, kenapa?" Rendi langsung mengalihkan pandangan dan mengubah posisi badan ke arah Arin. Ia menatap lurus-lurus wajah Arin.

"Gue udah tau ending yang cocok buat cerita itu. Toh, bosen juga kalau terlalu lama."

"Bagaimana endingnya?"

"Berpisah. Mereka akhirnya terpisah jarak dan tidak bisa meneruskan hubungan yang mereka jalin. Udah terlalu lama mereka hanya bercerita tanpa tujuan yang pasti. Gue jadi capek sendiri." ucap Arin yang kemudian meneguk tehnya hingga habis tak bersisa.

"Eh.. Kenapa gitu? Bukannya bisa aja lo buat happy ending?"

"Bisa, tapi gue enggak mau. Enggak dapet feelnya."

"Emm.. Gitu. Sayang banget, ya." ujar Rendi yang suaranya sedikit melemah. Ia kembali membalikan badan ke arah panggung. Rendi ingin sekali meminta Arin untuk membuat akhir cerita yang bahagia, tapi ia tidak bisa. Rendi tidak bisa menjanjikan apapun jika ternyata Arin menurutinya.

"Setelah cerita mereka selesai, gue akan nulis cerita baru lagi, kok. Lo tenang aja, Ren. Lo pasti akan baca banyak cerita di sana. Hehehe." sikut Arin sambil meringis. Sebenarnya, ia tau maksud Rendi, tapi ia tidak ingin menanyakannya dengan gamblang. Bukan waktu yang tepat, kata Arin dalam hati.

Band favorite Rendi menyanyikan lagu pertamanya. Seketika Rendi terhanyut dalam alunannya. Arin menghela nafas lega. Ia memandangi Rendi sekali lagi. Ia rasa keputusan yang ia buat adalah keputusan yang tepat. Arin merangkul tangan Rendi dan ikut bersenandung. Rendi membalas dengan senyum dan mengganti tangannya untuk merangkul bahu Arin. Mereka menghabiskan malam dengan menikmati lagu-lagu dari Sheila On 7, ditemani dengan langit berbintang dan angin malam yang berhembus pelan.

Kau coba hapuskan rasa
Rasa dimana kau melayang jauh dari jiwaku
Juga mimpiku
Kita - Sheila On 7


***
Jakarta, 1 Mei 2020