Dua
ribu tujuh belas,
Sekuat
apapun menghalau gundah, waktu akan terus berjalan.
Sedalam
apapun tenggelam dalam kesibukan, waktu tidak akan menunggu.
Seramah
apapun menghadapi kenyataan, waktu tidak akan berkompromi.
Saya
mendefinisikan dua ribu tujuh belas dengan sebuah warna, abu-abu.
Warna
yang hanya akan disukai oleh para pemelihara luka dan pendamba hujan.
Bukan
karena mereka selalu terlihat menyedihkan dan seperti tidak memeliki harapan,
Tetapi
karena mereka menggunakan perasaan yang teramat banyak untuk menjalani hidup.
Itu
bukan hal buruk.
Itu
hal baik.
Mereka
akan jauh lebih mengerti makna dari setiap perjalanan yang mereka lakukan.
Begitu
lha, dua ribu tujuh belas,
Membuat
saya lebih mengerti makna dari setiap perjalanan yang saya tempuh.
Membuat
saya jauh lebih berhati-hati untuk setiap langkah yang saya ambil.
Membuat
saya jauh lebih bersyukur dengan yang terjadi hari ini.
Termasuk
tujuh hari terakhir di dua ribu tujuh belas.
Tujuh
hari yang mengajarkan saya untuk terus berjuang demi mimpi yang saya khayalkan.
Berusaha
untuk mencapai sesuatu selagi saya dapat mencapainya.
Dua
ribu tujuh belas,
Juga
mengajarkan saya untuk berdamai dengan masa lalu, sepahit apapun itu.
Berdamai
bukan berarti menerima kembali,
Berdamai
berarti mengakui dan mengikhlaskan semua hal yang telah terjadi.
Seperti
ditampar diri sendiri, memang.
Tapi,
kamu menang.
Kita
menang.
Menjadi
jiwa yang tenang.
Setidaknya,
itu yang saya dapatkan diujung dua ribu tujuh belas.
Melakukan sekuat yang saya bisa dan menikmati hasilnya dengan senyum.
Tentu,
tidak hanya senyum saya saja.
Untuk
apa memikirkan senyum diri sendiri, jika senyum yang ada didepan jauh
lebih manis?
Saya
tidak bilang kamu manis, ya!
Dua
ribu tujuh belas,
Juga
mengajarkan saya bahwa jarak dari sebuah kota ke kota lain hanya sebuah angka semata.
Lebih
dari itu,
Ikatan
keluarga, pertemanan, dan per-hati-an jauh lebih penting.
Dua
ribu tujuh belas,
Tahun
yang mengizinkan saya untuk terus mengabdi melalui beberapa perantara.
Tahun
yang membuat saya untuk tetap menjaga hati agar tidak bosan mengabdi.
Tahun
yang mempertemukan saya dengan teman-teman berhati sangat putih.
Dua
ribu tujuh belas,
Jika
tahun setelah mu datang secepat kamu melepas saya,
Izinkan
hujan turun lebih banyak untuk membawa pergi noda diujung mata.
Izinkan
pula angin untuk selalu terbang membawa setiap rasa dan asa yang saya punya.
Terima
kasih, dua ribu tuju belas, untuk warna abu-abu yang indah.
***
Jakarta, 31 Desember 2017 - 22:21 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar