Senin, 01 Juli 2024

Berhenti

Buat saat ini, aku enggak bisa ada didalam suatu hubungan.

Katamu kemarin pagi.

Aku hanya tersenyum, mencoba mencerna semua kalimat yang kamu utarakan.

Kamu membalas senyumku dari balik matamu.

Aku masih dapat merasakan segalanya.

Aku tau kamu hanya butuh jeda.

Seharusnya aku mengerti, dan yaa, aku mengerti.

Maka, sejak hari itu, aku berhenti mencarimu.

Sejak hari itu, aku berhenti membuka ruang pesanmu,

hanya untuk membaca ulang semua pesan kita,

atau menunggu status onlinemu.

Sejak hari itu, aku berhenti melihat cerita pada instagrammu.

Sejak hari itu, aku berhenti menyimpan reels tentang kopi dan roti.

Sejak hari itu, aku berhenti melihat postingan kucing yang lucu-lucu.

Sejak hari itu, semua tidak sama lagi.

Tapi ada dua hal yang tidak akan aku hentikan,

berdoa untuk kita 

dan 

doamu yang aku aminkan, 

pada pesan terakhir darimu.

Minggu, 23 Juni 2024

One Fine Day

Cause all of the small things that you do
Are what remind me why I fell for you
And when we're apart and I'm missing you
I close my eyes and all I see is you

Those Eyes - New West

Lagu New West - Those Eyes mengalun pelan pada pemutar musik didalam taksi. Aku sedang dalam perjalanan menuju Stasiun KCIC Halim di jam 5 pagi. Berangkat dengan excitement yang sangat tinggi, lagu Those Eyes terdengar sangat pas di telinga. Hari ini aku akan melakukan perjalanan yang sudah lama kami tunggu-tunggu. Betul, aku tidak sendiri. Kamu akan mengenal sosoknya ketika tiba di stasiun nanti. Mungkin kamu akan merasakan hangat yang sama jika tau seperti apa sosok yang bersamaku ini--setidaknya seperti itu gambar perasaan yang aku miliki saat itu.

"Arya! Arya!" Arya tidak mendengar suaraku. Dia pasti memakai earphone, tebakku.

Suasana Stasiun KCIC Halim tidak terlalu ramai, tenant-tenant masih tutup, pendingin ruangan masih sangat menusuk kulit, pertanda hari masih terlalu pagi untuk aktivitas normal. Kami menaiki kereta pertama yang berangkat pada pukul 06:15 tujuan Padalarang. Ini kali kedua kami ke Bandung hanya untuk menghabiskan waktu bersama. Bedanya, kali ini kami memiliki tujuan jelas, yaitu menonton standup comedy. Tentu saja, bagian excitednya adalah ini kali pertama perjalanan kami menggunakan kereta cepat. Sepanjang perjalanan, aku tidak menoleh sedikit pun dari jendela, sedangkan Arya asyik dengan playlist di telinganya. Oh iya, tentang Arya.

Perkenalkan, laki-laki kulit putih pucat dengan rambut hitam kecokelatan disampingku ini adalah Arya. Satu-satunya laki-laki yang aku kenal yang minim ekspresi wajah, tapi perubahan moodnya sangat bisa aku rasakan. Selama hampir tiga tahun terakhir ini, Arya ada didalam setiap moment hidupku, begitupun aku didalam hidup Arya. Arya mengerti kapan aku butuh ditemani, aku mengerti kapan aku yang harus "menjemput" Arya atau kami hanya berdiam diri di rumah Arya. Termasuk pagi ini, kami langsung bertemu di Stasiun KCIC, tanpa adegan jemput-menjemput. Aku menyebut ini hubungan sehat dan mandiri, dan memang seharusnya begitu, bukan? Tidak merepotkan satu sama lain.

Tujuan pertama kami begitu sampai di Kota Bandung adalah sarapan bubur di Jalan Braga. Aku lupa bagaimana cara aku merayu Arya supaya setuju dengan usulku, yaitu jalan kaki dari Stasiun Bandung sampai ke Jalan Braga, hehehehe, dan sepanjang kami jalan kaki, dia tidak menunjukan tanda-tanda pemberontakan--karena sering terjadi jika aku usul berjalan kaki. Oh, how much I love him! Arya mencari tempat duduk, sementara aku antri untuk memesan. Dua bubur ayam dan dua air mineral dingin sudah di tangan dan Arya pun sudah menemukan tempat duduk untuk kami. Bubur ini menjadi tujuan pertama karena kami sangat penasaran kenapa bubur ini memiliki antrian yang super panjang dan tidak habis-habis. Tujuan selanjutnya adalah cafe, Arya ingin americano buatan cafe yang belum pernah dia coba. Selalu seperti itu. Mencoba berbagai macam jenis americano atau single origin dengan metode japanese iced coffee untuk Arya dan caffe latte tanpa gula untukku. Dari jenis biji kopi saja, selera kita sudah berbeda. Arya adalah penikmat arabica 100%, sedangkan aku tidak akan kuat dengan arabica. Aku akan memesan kopi robusta, tapi jika hanya ada arabica, aku prefer cappuccino saja atau lychee tea. Baru dari jenis kopi saja kami sudah berbeda, masih banyak sekali hal-hal lain yang  perbedaannya sangat jelas terasa diantara kami. Tapi, bukankah itu menyenangkan? Setidaknya, begitu bagiku.

"Antri burgernya panjang banget, deh. Apa gak usah aja, ya? Kita makan didalam mall aja, deh." Ucapku kepada Arya saat kami sampai di salah satu kedai burger hits didekat salah satu mall besar di Bandung.

"Gak apa-apa, kita antri bareng aja. Kamu pengen banget, kan?" Aku meleleh. I. Cannot. Hehehehehe. Arya bukan orang yang romantis, jadi terbayang, dong? Walau akhirnya aku tetap memilih untuk tidak makan di kedai tersebut.

Setelah makan, kami bergegas untuk segera pergi ke venue stand-up comedy, sebagai tujuan utama kami. Standup comedy yang kami datangi ini adalah event dari salah satu komedian terkenal di Indonesia. Salah satu founder dari standup comedy, Raditya Dika, dalam show Cerita Sebelku. Show standup pertamanya Arya and I love being his first experience.

"Antrian registrasinya panjang banget, tapi aku haus, gimana yaa?" Ucapku asal sambil berpikir.

"Aku beli kopi dingin buat kita di cafe itu, kamu antri registrasi, gimana?" Usul Arya yang kemudian aku jawab dengan anggukan semangat. Aku sangat menyukai semua pembagian tugas ini dan aku selalu suka cara Arya mengerti diriku.

Hari ini adalah salah satu moment terbaik yang kami miliki, setidaknya untuk diriku, walau aku dapat merasakan kebahagian dari dalam diri Arya juga. Perjalanan pulang kami diisi dengan obrolan-obrolan ringan dengan beragam mood didalamnya, termasuk kaki Arya yang lecet dan suaraku yang serak karena tertawa terlalu banyak.

Didalam cerita kali ini, aku semakin tau bahwa perasaan diantara kami adalah nyata. Aku semakin mengerti bahwa kunci utama yang seharusnya ada didalam sebuah hubungan, sudah kami miliki, yaitu komunikasi. Komunikasi akan menghasilkan diskusi-diskusi menyenangkan dengan ups and downs nya masing-masing. 

Setidaknya, itu yang aku rasakan terhadap Arya. Sepanjang perjalanan pulang, aku tidak berhenti berdoa kepada Tuhan untuk meminta Arya saja. Angin yang menghempas pipiku, aku anggap sebagai sebuah amin dari semesta. Setidaknya, pada saat itu, itu yang ada didalam pikiranku.

Mungkin suatu saat nanti
Kau temukan bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau tak kembali
Kenanglah aku sepanjang hidupmu

Kenanglah Aku - Naff

Kamis, 20 Juni 2024

Playlist Jogging

Apakah yang engkau cari?
Tak kau temukan dihatiku
Apakah yang engkau inginkan?
Tak dapat lagi kupenuhi

Tak Bisa Memiliki - Samsons

Siapa yang playlist lagu selama jogging malah lagu-lagu slow alias mellow? Iya, aku. Jika ada teman lain yang mengintip  now playing-ku selama jogging, mereka pasti akan tertawa. Kenapa? Alasannya sederhana, jogging adalah salah satu aktivitasku untuk bermonolog dengan diri sendiri. Backsound untuk bermonolog ini sebaiknya mengikuti isi hati, bukan? Aku tidak akan menyia-nyiakan waktu monologku hanya dengan mendengarkan lagu yang tidak sesuai dengan isi hati saat itu.

Seperti malam ini. Lagu dari Samsons tersebut terus terngiang selama dua hari terakhir. Sejak hari itu, dua hari lalu, aku tidak akan pernah lupa rasa sedih dengan tangan gemetar membaca pesan terakhir yang kamu kirimkan.

Aku sedang berpikir, sebenarnya, aku butuh apa dari hubungan ini.

Rasanya seperti disambar petir. Rumahku runtuh seketika. Semua tembok dan pondasi yang aku bangun dengan banyak sekali waktu dan usaha, hancur berantakan. Karena setelahnya, kamu meminta untuk tidak melanjutkan merawat rumah itu. Kamu pergi dari rumah itu begitu saja, setelah membuat aku harus menambal atap yang bocor sendirian. Kamu pergi tanpa melihat bahwa rumah itu sudah tak bertembok dan atap yang aku tambal, telah jatuh bersama reruntuhan yang lain.

Satu-satunya bentuk pelarian yang terasa mudah adalah berlari. Jogging. Running. Apapun yang kamu sebut. Otakku butuh oksigen lebih banyak, dan sepertinya, badanku membutuhkan keringat-keringat membasahi kulit dan membentuk muka merah kehabisan nafas. Jiwaku seperti haus akan hormon endorfin. 

Selama 5.8 km ini, aku mempertanyakan value yang ada didalam diriku. Apa yang salah dengan caraku? Apa yang seharusnya aku perbaiki didalam hubungan ini? Dan kalimat tanya apa lainnya. Semuanya terngiang-ngiang dan tidak menemukan jawaban yang pasti. Jawaban-jawaban yang bermunculan hanya berdasar spekulasi-spekulasi diri sendiri. Aku tidak berani untuk bertanya straight to the point saat ini, karena untuk apa? Tidak ada yang bisa diperbaiki lagi. Rumah itu sudah runtuh. Salah satu penghuninya memilih untuk menghancurkan ruangnya didalam rumah itu. Lagi-lagi, aku tidak berhasil merawat rumahku.

Kamu lagi di mana?

Satu pesan masuk yang membuyarkan lamunanku dari hiruk-pikuk Gelora Bung Karno. Aku semakin sadar bahwa proses ini tidak akan mudah, bahkan bisa jadi lebih sulit dari patah hati sebelum ini. Banyak sekali kebiasaan, aktivitas, dan beragam hal yang sudah sejalan dengan naik turunnya komunikasi dan emosi. Satu pesan yang mungkin tidak bermakna saja bisa menggoyahkan tumpuan kakiku. Aku harus mencari tempat duduk sepi secepatnya. Lagu terakhir dari playlist yang aku set sedang mengalun. 

Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian, tetapi kesempatan
Untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri, cintakulah yang sejati

Malaikat Juga Tahu - Dewi Dee Lestari

Akan aku bagikan playlist joggingku yang terbaru. Playlist khusus untuk menemani overthinking selama jogging. Sungguh, ini bukan sesuatu yang baik, tapi ini cukup membantu diriku mencari jawaban-jawaban dari banyaknya pertanyaan yang tidak akan terjawab.

Playlist jogging.

Perkenalkan, namaku Kia, dan ini adalah chapter pertama dari sebagian warna dalam hidupku. 

Rabu, 19 Juni 2024

Satu Waktu

 "Masih mau habisin waktu sama kamu."

Kalimat terakhir yang aku baca darimu pagi itu.

Semua hanya perihal waktu.
Pagi sebelum itu, 
aku menemukanmu, dengan versi ragu.
Pagi sebelum itu, 
senyumku berubah menjadi sendu.
Pagi sebelum itu,
pertahananku runtuh tanpa tau malu.

Waktu ke waktu yang aku jalani,
dengan berbagai macam kondisi,
dengan beragam emosi,
dan dengan kepingan-kepingan hati,
berhasil membuat satu rumah baru yang siap untuk aku bagi.

Aku tidak akan menyesali waktu,
dan rumah baru,
yang aku bagi denganmu.

Walau saat pagi itu,
waktu menjawab semua risau,
waktu menciptakan luka baru,
dan waktu menghadirkan cemburu yang menggebu.

Rumah itu tidak sama lagi.
Tidak lagi ada kamu dengan kalimat sapa, "Haai".
Tidak lagi ada kamu dengan kemeja putih,
yang menungguku sendiri,
disudut cafe Anomali.

Nyatanya kini,
kita tidak memiliki banyak waktu saling membersamai,
seperti katamu tempo hari.

Kamis, 23 November 2023

Tamparan Satu Hari

Disclaimer dulu, tulisan ini dibuat dengan kondisi baru tidur tiga jam per hari selama dua hari berturut-turut. Harap maklum.

HEHEHE.

Hello again, world! Enggak tau dapat angin dari mana, jadi suka blogging lagi, even cuma baca-baca blog orang atau baca ulang tulisan sendiri yang dulu-dulu pun draft alias tulisan tidak layak tayang WKWKWK.

Ada satu moment dimana gue mempertanyakan kepada diri sendiri, kenapa gue idealis banget? Kenapa gue keras kepala? Kenapa juga gue bisa gampang all out on everything? Dan sadar banyak hal tidak penting dari all out nya gue.

Hari ini pertanyaan itu terjawab. Orang tua berperan sangat penting dalam tumbuh kembang seorang anak. Gue percaya, di mana seorang anak dibesarkan, di situ pula ia akan terbentuk. Mungkin lebih tepatnya the closest relationship, bisa dari orang tua, bisa dari kakek nenek, atau siapa pun itu. 

Hari ini mereka menunjukan (lagi) bahwa berbagi tidak akan pernah membuat kita merasa "haus" dan "miskin". Mereka menunjukan ke gue bahwa percaya dan bertanggungjawab sama setiap pilihan yang sudah diambil. Pagi-pagi gue udah pusing karena workshop belum dimulai karena peserta belum ada yang datang sama sekali padahal sudah lebih lima menit dari jam di jadwal. Ini super jarang banget terjadi, 1/1000? Gue tanya ke papa kenapa belum pada datang, kalian tau jawaban papa apa?

"Mungkin macet. Gurunya juga belum ada konfirmasi dari kemarin, sih."

Kalau ini event gue, pasti langsung gue bawelin PIC, humas, or apapun itu. Gue tanya kenapa enggak dichat dan jawabannya bikin gue makin naik pitam (of course cuma dipendem sendiri).

"Enggak usah, biarin aja. Toh minggu lalu kepala sekolahnya langsung yang bilang, kok. Mereka enggak mungkin tiba-tiba cancel, kan?"

"Toh kalaupun beneran tiba-tiba enggak jadi, yaa engga apa-apa. Bagus, kita jadi ada waktu buat packing."

Gimana perasaan lo mendengar itu semua dengan segala hal yang udah lo lihat dan lo kerjakan buat mempersiapkan itu semua? Gimana rasanya mendengar beliau ngomong dengan sesantai itu di saat lo tau kalau workshop hari ini adalah non-profit? Iya, lo akan rugi jauh lebih banyak, dalam semua hal.

Otak gue langsung bercabang. Kalau iya cancel dadakan, betul bisa packing dan santai buat jadwal kereta sore. Nah, gimana kalau ternyata mereka telat yang telat banget gitu? Mundur satu jam sama dengan mundur juga jadwal sore kami alias enggak bisa, dong? Tiket bisa hangus dan jadwal besok sampai lusa bisa kacau. Pada akhirnya, mereka datang di menit ke-30 dari jam seharusnya. Gue kira, gue akan dengan gampangnya pasang muka sebal, tapi ternyata enggak juga. Hati gue langsung hangat begitu melihat beliau sebegitu-passionate-nya ngajar anak-anak SMA ini, tanpa adanya perbedaan antara profit dan nono-profit. Gue sadar, pola pikir gue sudah banyak banget berubah dan gue merasa bersalah.




Setiap hal yang beliau lakukan super all out. Beliau menunjukan kembali action dari tanggungjawab terhadap pilihan yang sudah diambil. Waktu itu salah satu sahabat gue bilang, "Kalau udah terlanjur basah, yaa nyebur aja sekalian. Jangan cuma kepet-kepet kaki doang." Syukurnya, gue selalu dikelilingin orang-orang yang sejalan dengan apa yang ditanamkan di diri gue dari kecil. Mungkin ada beberapa yang tidak, tapi masih bisa didiskusikan dan tetap pada tujuan dan frekuensi yang sama.

Dulu pernah ada yang "nyepelein" kenapa gue mau terus-terusan ikut acara sosial (alias sosmas, salah satu bidang saat organisasi di kampus), kenapa gue enggak ambil bidang lain selain sosmas? Kalau ini gue yang dulu, gue akan dengan gampangnya bilang bahwa ini panggilan jiwa karena semua hal baik akan kembali dengan baik. Tapi gue yang sekarang enggak akan dengan mudahnya mengatakan hal yang sama. Gue yang sekarang akan penuh dengan perhitungan-perhitungan yang -menurut gue- lebih realistis. Iya, gue berbicara uang di sini. Sepertinya, gue hari ini kembali diingatkan Tuhan. Realistis memang harus, tapi jangan sampai lupa dengan misi kebaikan lainnya. Walau gue enggak tau akan punya semua pemikiran ini sampai kapan. Syukur-syukur sampai lima tahun ke depan, atau lebih baik lagi sampai gue bisa seumur orang tua gue?

Udah lama banget gue enggak pernah dengar tentang berbagi dan menyebar banyak kebaikan dari mulut orang tua langsung. Hari ini gue mendengar dan melihat itu semua, lagi.


Sekali lagi, gue menulis ini dengan kondisi badan dua hari cuma tidur total 6 jam. Kalau beberapa hari ke depan kalian tidak melihat tulisan ini lagi, berarti sebenarnya tulisan ini tidak layak tayang versi gue, alias enggak jelas anjir ini gue ngetik apa?

See you, world!

Selasa, 21 November 2023

Hello, The New Era!

 It's been a while.

Hello, world! I miss yoUUUU so mUch! Super kangen nulis blog. Kangen my old world (?) WKWKWK iya, aku masih lebay gini. Gak banyak berubah, kecuali orang-orang didalam hidup dan pola pikir.

Dan... mimpi. Iya, my dreams. All of my dreams. Semua berubah. Satu yang tidak, perpustakaan untuk anak jalanan. Tolong doain banget ya, guyss. HEHEHE.

So, how's your world? Covid banyak mengubah kebiasaan-kebiasaan kalian, kah? Overheard di Transjakarta kemarin, "Ternyata covid udah 3 tahun yang lalu. Kita semua survived." Kemudian aku dalam hati kayak, "Anjir, demi apa udah 3 tahun?" Bukan mau bilang cepet, tapi enggak banget, kayak, wow! Aku keren, kita semua keren!

But here we go... Menata kembali semua rencana-rencana yang gagal, merapikan kembali hal-hal yang berantakan. Menguatkan hati lagi untuk tetap berdiri dan percaya kalau kita tetap on our own track

Banyak hal yang terjadi selama tiga tahun ini. Kalian semua tau, kita semua pun begitu. Banyak hal yang mengubah presepsi dan konsepsi kita dalam melihat dan menjalani hidup. Terutama perjalanan spiritual.

Aku yang tiga tahun lalu tidak akan menyangka sekarang aku ada di titik ini. Di titik yang sedang bergejolak dengan diri sendiri, apakah baik melangkah lebih ke kanan? Atau harus tetap berada di jalur tengah demi bisa merasakan hawa-hawa kekirian? Di titik yang berpikir, mungkin mati muda dapat menjadi salah satu opsi baik yang dapat dipertimbangkan. Bukan berarti aku bersih dari dosa dan tidak takut siksa kubur, bukan sama sekali. Jauh dari itu, aku tau perang yang akan aku hadapi nantinya tidak membuat orang sekitarku terbebani (i think so).

Kita semua pasti punya the lowest point selama tiga tahun ini. Seiring berjalannya waktu, kita semua pun pasti mengalami banyak titik balik. Coba lihat, deh. Bagaimana kondisi diri kamu saat ini? Apakah cukup senang dan tenang? Apakah orang-orang yang bersama kalian masih tetap sama? If the answer is yes, glad for you. Jaga mereka, yaa. Semoga hubungan-hubungan baik selalu menyertai.

Aku enggak tau apa yang mau aku ketik di sini, jujurly, cuma mau ngetik apapun yang ada diotak detik ini juga. By the way, apakah perjalanan kalian selama tiga tahun ini sudah membuat kalian merasa hidup? Sepertinya, banyak juga diantara kita yang membutuhkan pertolongan profesional dalam melanjutkannya, ya? Aku sedang berpikir sepertinya aku butuh. Bukan aku tidak mau, tapi masih dalam perdebatan egoku. Aku masih merasa aku dapat menyelesaikannya sendiri. Aku masih merasa aku harus memperbaiki dialogku dengan Tuhan dan orang-orang sekitarku terlebih dulu, sebelum aku berdialog dengan profesional. Jujur, takut. 

Kalian jangan ikuti ini, ya. Jika kalian butuh, go ahead! Jangan ragu, jangan banyak pertimbangan. 

Guys, keep going, yaa! Please.. I really mean it.


Tertanda,

Aku, the new era of life.



Sabtu, 17 Juli 2021

I Just Love You

Tulisan ini akan menyentuh kamu.
Iya, kamu.
Kamu akan tau kalau ini memang tentang kamu.

Uhmm..
It's been a long time.
Bertukar kabar sudah bukan menjadi rutinitas lagi.
Tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang menginterpretasikan sebuah perhatian dan pengganti kehadiran.
Tidak ada lagi celetuk-celetuk konyol yang mengisi ruang-ruang kosong.
Tidak ada lagi gossip-gossip hangat yang membuat jiwa tetap saling dekat.
Tidak ada lagi... kamu.

Warna itu kini kembali menjadi hitam dan putih.
Langkah kaki ini menjadi tidak terarah. 
Tidak tau jalan mana yang harus ia tapaki.
Tidak tau angin mana yang harus ia ikuti.
Semua menjadi hampa, kembali.
Tepat seperti sebelum ada kamu di sini.

Sungguh, tidak ada penyesalan.
Rasa yang ada selama ini--bahkan hingga detik ini--menguatkan dalam segala aspek.
Terima kasih sudah memberikan dan menumbuhkan rasa yang begitu candu kepada jiwa kosong yang gelap ini.
Maaf jika ternyata tidak banyak yang dapat diberikan oleh hati dan tangan ini.

Kamu tau,
akan selalu ada lilin padam yang menunggu untuk dinyalakan.
Hanya untuk satu tujuan.
Memberikanmu penerangan untuk melihat langkah yang tepat, 
atau hanya sekedar menemani hari-harimu yang gelap.



Regards, 
Yours.

***
Jakarta, 17 Juli 2021