Senin, 14 April 2014

Sebuah Moment (2)

Aku yang memikirkan 
Namun aku tak banyak berharap 
Kau membuat waktuku 
Tersita dengan angan tentangmu
Monita - Kekasih Sejati

"Woy semuaaaa! Banguuuun!" teriak Karin dari arah pintu kamar cewek, tapi krik karena gak ada yang menunjukkan tanda-tanda bangun, yang ada hanya anak yang menarik selimut dari teman disebelahnya, anak yang ngulet lalu tidur lagi, dan anak yang hanya nguap doang. Karin merasa dikacangin. Ia lalu mengambil botol plastik dan mengetoknya dengan tembok sehingga menimbulkan suara yang berisik.

Duk duk duk duk. "Woy banguun kebooo!" teriakan dan pukulan Karin yang mengencang dan langsung diikuti teriakan-teriakan kesal dari sang empunya.

"Udah jam 8 pagi. Gila lo sia-siain banget kalo buat tidur. Flo, Ca, katanya mau masak buat kita? Bangun dong!" cerocos Karin tak henti, tetapi membuat Flo dan Caca langsung melek 100watt. Lalu mereka berdua bergegas ke dapur untuk memasak makanan sebelum semuanya bangun dan mengeluh kelaparan. Dan karin tetap melanjutkan aksi teriakan mautnya yang sekarang pindah ke kamar cowok.

"Gila tuh Karin, suara apa toa Masjid! Gede bener dah" dumel Caca yang lebih ditujukan kepada diri sendiri. Pasalnya, Caca baru tidur sekitar jam 3an, begitu pula dengan semua anak, kecuali Karin yang udah tepar duluan sebelum tengah malam. Dengan wajah yang masih ngantuk, Caca dan Flo memasak makanan buat sarapan. Mulailah mereka menumis bumbu dan lain sebagainya.

“Uh, uh, uhmm, baunyaaa, sedaaaap” endus Arkan yang tiba-tiba sudah ada dibelakang Caca dan Flo.


“Masak apa nih, duodenum?” diikuti dengan suara khas Dodi yang mengancam akan melahap duluan sebelum matang.

“Kecoa goreng buat ngasih makan kamu, Dod. Cemilan kesukaan kamu nih!” jawab Flo sekenanya dan diikuti tawa Arkan. Ih orang galucu, malah ketawa, batin Flo keheranan. Dan orang yang diledeki malah ngejitak Flo.

“Woy ati-ati! Minyak panas tuh!” bentak Caca yang kaget.

Selesai memasak, nasi goreng itu dihidangkan ke ruang keluarga, tempat semuanya berkumpul. Porsi nasi goreng udah diatur sama Caca dan Flo. “Biar kebagian semua, jadi rata tuh kasihnya” ujar Caca begitu mendapat tatapan protes dari para singa lapar itu.

“Kita kemana nih abis ini?” seling Rinda disela-sela makannya.

“Keliling dari ujung kanan sampe ujung kiri, yuk! Gimana?” saran Adlis, si cowok jangkung tukang gossip dan diikuti anggukan setuju dari yang lainnya.

“Sumpah ya ini enak banget loh, Ca!” ucap Ikhsan sambil mengerjap-ngerjapkan matanya saking menikmati nasi goreng itu.

“Itu buatan aku juga loh, San, kok cuman Ca doang sih yang dipuji” sahut Flo dengan muka sok melas yang padahal ngeledek. Semuanya tertawa dan meledeki Ikhsan yang dibilang modus dan ngalus. Flo pun mendapat tatapan tajam dari Caca dan dijawab Flo dengan memeletkan lidahnya.

***


“Paraaaaah! Seru abis seharian ini! Ahhh!” teriak Felli begitu masuk cottage mereka dan langsung menghempaskan tubuhnya di sofa.

“Iya, woy, parah! Tepar nih gua abis ini” sahut yang lainnya.

Mereka baru pulang dari travelling singkat mereka disekitar pantai ini. Memang sih pemandangannya hanya sebatas laut, tetapi candaan, ledekan, dan gelak tawa memenuhi perjalanan mereka. Perjalanan yang dimulai pada pukul 10 pagi tadi dan berakhir ba’da isya ini memang sangat melelahkan. Mulai dari olahraga kelewat siang dipinggir pantai, bikin tinggi-tinggian menara dari pasir, makan bakso plus es kelapa, main basah-basahan, dan ditutup dengan duduk bikin 1 saf panjang menghadap kearah datangnya sunset dan semuanya berdiam diri sampai adzan isya selesai. Kalau kata Andri “Kita tadi kayak lagi bertapa yak, gaada yang ngomong sama sekali. Rekor! Wow!”

“Pokoknya gua dulu yang mandi!! Gatel-gatel nih huhu” ujar Karin.

“Gak!! Gua duluan! Gamau tauu!” potong Felly yang juga gak mau kalah.

“Sumpah, yang adil itu gua dulu, plisplisplis” mohon Rinda seraya mengedip-ngedipkan matanya. Dan pada akhirnya, tanpa babibu, Shita lah yang berhasil mandi lebih dulu.

“Eh, guys, plis ya kamar mandi ada dua loh ini” ucap Flo menengahi mereka sambil ngeloyor pergi keluar cottage.

“OIYA! OMG!” ucap Felly sambil berlari ke kamar mandi atas dan diikuti larian dari Karin dan beberapa lainnya.

“Nah, lo sendiri mau kemana, Flo? Udah malem woy!” teriak Rinda, berharap yang dipanggil menyahutinya.

Diluar, Flo pergi kearah warung kaki lima, membeli 2 renteng white coffee untung diminum ramai-ramai. Saat ia balik kearah cottage, ia melihat dua orang anak kecil. Begitu Flo menajamkan matanya, ia langsung bergidik merinding dan mempercepat jalannya kearah cottage, malah setengah berlari.

“Flo! Gila lo pelan-pelan dong kalo nutup pintu! Kaget parah tau gak” oceh Dodi begitu Flo sampai di cottage.

“Lo kenapa, Flo? Lari-larian gitu, muka lo merah banget lagi, ada apa?” tambah Arkan begitu melihat keadaan Flo. Diikut oleh mata-mata penasaran didalam ruangan itu. Yang paling melolot penasaran itu Caca dan Dean.

“Huh, jadi tadi, huh, disitu, huh, ada, huh, huh, huh” ucap Flo terbata-bata.

“Nih Flo minum dulu, pelan-pelan.” Dean memberikan Flo segelas air putih yang sedang ia pegang dari tadi.

“Ah thanks banget. Jadi tadi, pas arah kesini abis dari beli kopi di warung seberang sana. Aku ngeliat 2 anak kecil, bajunya ngejreng banget, yang satu orange dan yang satu hijau neon, trus aku perhatiin dan tibatiba mereka ngeliat kearah aku dan melotot, dan matanya merah. Yang pakai baju orange, nunjuk kearah aku. Aku takut, astagfirullah.” Cerita Flo setelah meneguk habis air minum yang diberikan Dean. Semua yang ada di ruangan saat ini pun langsung bergidik ngeri.

“Flo, plis bilang itu bohongan” tanggap Yuni.

“Itu serius? Mata lo kan minusnya tinggi, Flo” sahut yang lain.

“Njir gua merinding, parah lu, Flo” dan berbagai tanggapan lainnya. Flo hanya bisa terduduk lemas dilantai sambil meringkuk memeluk lututnya. Lalu Caca memeluk Flo.

“Flo, lo beneran gemeter? Tenang Flo, mana sini kopinya, gua bikinin deh buat semuanya juga.” Ucap Arkan menenangkan Flo.

Ini anak kenapa mendadak jadi kayak dulu lagi sih, batin Flo seraya menenangkan dirinya dipelukan Caca.

Setelah Arkan selesai membuat kopi, lalu dibagikan kesemua anak dengan dibantu Dodi, semua kembali seperti biasa, bercanda dan tertawa-tawa.

“Eh eh pindah kamar aja yuk!” ajak Yuni dan disambung anggukan dari semua anak ceweknya. Semua anak cewek dan beberapa cowok yang lain pergi ke kamar diatas, tetapi Flo tetap tinggal di ruang tv dengan beberapa cowok yang lain.

“Flo gamau keatas?” tanya Caca. “Enggak, Ca, duluan aja nanti nyusul hehe mau liat ini dulu” jawab Flo sambil memerhatikan layar tv yang menayangkan berita sekilas info itu.

Flo memandang seisi kamar yang sudah dipenuhi teman-teman ceweknya dan beberapa teman cowok yang ikut nimbrung bergosip. Mereka membuat pusaran dengan Rizan, Adlis, dan Andri yang jadi pusatnya. Semua asik mendengarkan cerita si trio gossip, tetapi Tama dan Shita sibuk menonton film dari laptop yang menyala didepannya. Flo tersenyum simpul melihat pemandangan didepannya. Ada hasrat untuk bergabung, mendengarkan cerita ataupun menonton, tetapi notebook dan sebungkus kopi teronggok dipojok kamar itu lebih menarik minatnya, mengingat bahwa ia harus menyelesaikan 1 chapter cerbungnya yang terakhir. Flo menjinjit untuk mencapai pojok kamar agar kedatangannya tidak mengusik kerumunan itu. Tetapi emang dasar kelakuannya yang agak gratakan, kaki Flo kesandung meja kayu yang ada didepannya dan sukses membuatnya jatuh tersungkur hingga ia mendapat shut-an dari teman-temannya dan dilanjutkan dengan ledakan tawa begitu melihat Flo yang tengkurap dilantai.
 
“Hahaha lo ngapain sih, Flo?” tanya satu diantara mereka.

“Lo mau nendang bola ya, Flo?” “Lo nyari apaan Flo sampe tengkurap gitu?” sahut yang lainnya diantara derai tawa.

Yang diledekin hanya meringis kesakitan sambil nyengir minta maaf. Flo lalu bangun dan buru-buru mengambil notebook dan sebungkus kopinya, meninggalkan mereka tanpa sepatah kata pun, kayak orang yang ketangkep basah abis maling jemuran.

Dilantai dasar, depan tv dan 3 sofa plus satu meja yang disusun kotak menghadap ke tv. Ada Dean, Ikhsan, Dodi, dan Rio lagi nonton salah satu acara komedi . mereka berhenti tertawa begitu melihat kedatangan Flo.

“Sini, Flo, gabung! Diatas rame ya? Udah sini aja!” ajak Rio sambil menepuk karpet disebelahnya.

“Nonton komedi lebih ngibur loh, Flo! Hehe” dan dilanjutkan oleh Ikhsan.

“Hehe thanks, tapi nih deadline, biasa, hehe” ujar Flo sambil menunjuk dengan dagu kearah tangan kiri yang memegang notebook, sedangkan tangan kanannya ada kopi yang sudah diseduh yang menimbulkan asap-asap menggoda. Flo mengambil tempat didepan sofa terpanjang yang menghadap ke tv. Tiga orang itu duduk lesehan dikarpet membelakangi Flo. Walaupun ada sofa, Flo memilih duduk lesehan, ia hanya meminjam meja didepannya untuk memulai bekerja. 

Notebook didepannya, cangkir kopi disebelah kanan, headset terpasang dan siaplah Flo untuk tenggelam kedalam dunianya. Terlebih lagi, Flo sudah menyiapkan playlist tersendiri untuk menyelesaikan cerbung terakhirnya. Flo termasuk orang baru didunia tulis menulis. Ia belum sampai kebagian pembuat novel, tapi cerbung-cerbungnya banyak diminati para pecinta kisah romance.

“Ini bukan soal harta atau ilmu, tapi soal hati. Lo gak akan bisa bermain sama hati gens! Gak semua hal bisa dibayar, apalagi hati….”  

 Flo berhenti menulis, seketika ia merasa sedang diperhatikan, tapi ia terlalu takut untuk mengangkat wajah. Bukan takut, malu lebih tepatnya. Disatu sisi, Deang, tanpa sengaja menoleh ke arah Flo dan matanya terkunci pada sosok tenang dibelakangnya itu. Ia belum pernah melihat Flo  setenang ini. Tenang banget nih cewek, ucap Dean dalam hati. Dean tak sadar kalau ia bengong, sampai-sampai….

“Woy! Ngedip sob!” tepuk Ikhsan

“Cantik sih.. Ehm manis juga. Pantes lo gak ngedip, De” ucap Rio sambil tertawa dan mengelap ujung dagu Dean seolah-oalh banyak iler.



“Apaan sih lo berdua! Untung tuh anak lagi disumpel kupingnya. Gila jantungan gue kalo dia denger.” Dean menjawab sambil mengganti-ganti channel, kembali ke posisi semula.
Tanpa mereka sadari, Flo mendengarkan obrolan singkat itu, lagunya Tangga – Utuh, sudah dia stop untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Rio menyadari, ya hanya Rio yang sadar bahwa Flo mendengar. Karena itu, dengan sengaja saat Flo akhirnya mendongak, Rio mengedipkan satu mata kearah Flo. 

Sialan Rio, dia tau kalo aku denger ternyata, batin Flo yang langsung cepat-cepat mengalihkan arah matanya kembali ke notebooknya.

Flo meneguk kopinya hingga tinggal seperempat . Jam dinding menunjukan pukul 23.00 dan Flo masih berkutat dengan notebooknya. Ia baru sadar  kalau ternyata lampu diruangan itu telah dimatikan, yang tersisa hanya penerangan dari tv yang masih menyala - walau Flo yakin teman-temannya sudah terlelap didepan tv - dan dua lampu berdiri disisi-sisi tv. Kuping Flo yang masih disumpelin headset dan volumenya diperbesar.

“Gue kangen rumah” Ria membuka pembicaraan. Dia bilang, gak ada tempat yang lebih nyaman selain di rumah, sekalipun lagi nginep di hotel bintang 5. “Dan gak semua orang punya rumah dalam arti yang sebenarnya” imbuhku. Dan entah kenapa, itu bikin semua teman-temanku terdiam. Ra, gak semua orang punya rumah, itukan kata lo? Dan lo tau? Gue gak punya rumah yang benar-benar rumah.” Jawab Iran dan langsung disambut anggukan dari beberapa teman. Aku speechless. Ya aku tau itu, tapi teman-temanku? Yang selalu terlihat ceria didepan semua orang? Yang punya teman dimana-mana? Aku benar-benar tidak menyangka. Ya aku belajar banyak arti hidup dan arti ‘rumah’ hari ini. Mereka semua mengajarkanku. Juga tertang arti bersyukur. Gak semua orang seberuntung aku. Aku punya ‘rumah’, I feel it, and I mean it.

Flo mengakhiri cerbung chapter terakhirnya dengan satu tarikan napas dan senyuman sambil melepaskan headsetnya. Dan tanpa Flo sadari….

“Gila! Keren abis Flo! Cerita lo…. parah!” ucap Arkan tiba-tiba.

“Sumpah njir! Lo bikin jantungan, astagfir…” Flo dengan mata melotot, muka menegang dan tangannya yang reflek memukul lengan Arkan.

“Hahaha gua kira lo udah nyadar dari tadi, eh ternyata… kayak orang mati suri lo, Flo!” lanjut Arkan dengan tawa khasnya. Flo hanya manyun sambil memasang headset lagi dan menaikan volumenya, tanda kalau ia bĂŞte dan gak mau diganggu.

“Yah Flo jangan bete dong. Eh lagu apaan nih? Hmm” Arkan menyejajarkan tubuhnya dengan ikut duduk lesehan disebelah kiri Flo, sambil merebut headset sebelah kiri Flo dan dipasang ditelinga kanan Arkan. Lagu dari Bob ft. Bruno Mars yang Nothing On You bersenandung kencang ditelinga mereka. Arkan pun mengambil alih playlist dengan memutar lagu Sheila On 7 – Bila Kau Tak Disampingku. Arkan bersenandung lirih “Tak seharusnya kita terpisah, tak semestinya kita bertengkar” Dan lirik itu membuat Flo tertegun, karena itu ia pura-pura ngantuk dengan menekuk kedua lututnya dan memeluknya sambil menundukan wajahnya.

Aku terlalu letih sama semua permainan ini, batin Flo.

“Eh, Flo! Gua liat cerbung lo tadi dong! Mau baca ya? Arkan membuyarkan lamunan Flo dengan menggoyang-goyangkan tubuh Flo.

“Apaan sih, Kan. Iya boleh tapi gak pas gak ada aku. Malu tau.” ucap Flo dengan menggeser notebooknya lagi kehadapannya.

“Okeoke. By the way, me too loh!” jawab Arkan dan dijawab dengan kerutan dikening Flo.

“Maksud gue, gue juga gak punya rumah dalam arti sebenarnya Flo” aku Arkan kemudian.

“Ibu kamu? Kakak kamu? Bukanny kalian bertiga deket banget?” pelan-pelan Flo menanggapi, takut menyinggung.

“Iya tapikan di rumah masih ada bokap gue, Flo. Dia tuh yang bikin gue gak nyaman” renggut Arkan. Ia merenung. Tatapannya jadi kasar. Flo udah lama gak ngeliat itu tapi ia tetap dan masih takut dengan tatapan itu.

“Akaan…” tatap Flo lembut “For somebody, home is not a place. It’s a person. And maybe, your home is your mom and your sister” ucap Flo kemudian dan dibalas Arkan dengan tatapan sedih. Flo ingat betul sejarah keluarga Arkan dan Flo satu-satunya teman yang Arkan beritahu soal hal-hal sensitif itu. Akaan, itu nama kecil Arkan. Ibunya memanggil nama itu kalau Arkan sedang emosi dan biasanya Arkan akan melembut bila dipanggil seperti itu. Dan ini termasuk rahasia kecil Arkan.

“Kamu masih termasuk beruntung loh, Kan, punya someone yang bisa bikin lo nyaman dan aman di rumah. Banyak orang diluar sana yang gak punya itu walau rumahnya segede istana” sambung Flo.

“Kenapa kamu selama ini kelayapan, pergi sana sini, cari pelamppiasan sana sini tapi ujung-ujungnya tetep pulang. Dalam satu hari pasti ada aja buat pulang. Yakan? Karena there’s no place like home. Like your home, Kan.” Ucap Flo lebih pelan dan menenangkan.

“Kakak barusan sms, nyokap berantem lagi sama bokap. Capek Flo dengernya.” Arkan sambil menekuk lututnya.



“Hmm yaudah tidur aja sana, Kan. Lumayan lah lupa buat sementara.” Sambil mematikan notebooknya dan membereskan barang-barangnya, Flo menepuk pundak Arkan seraya menenangkan.

“Thanks, Flo. Lo gak berubah ternyata ya haha. Sorry for the accident. Ya lo tau kan? Gue cuma gak mau diantara kita berubah, awk gitu haha.” Senyum simpul muncul dibibir Arkan dan pandangan tepat ke mata Flo.

“Its ok. Aku yang harusnya malu dan minta maaf hahaha tapi yaudah lah ya lupain aja.” ucap Flo dengan memalingkan wajahnya. Arkan tau kalau Flo sedang berusaha tidak peduli.

Udah bertahun-tahun gue kenal lo, Flo, gerak-gerik lo tetep kebaca sayang, batin Arkan dalam hati.

Sambil mengambil posisi tidur enak di sofa dan memerhatikan Flo yang sibuk membereskan barang-barangnya dan berjalan keatas, Arkan bersenandung kecil. Dan disatu sisi, Dean mendengarkan semua pembicaraan yang terjadi antara Flo dan Arkan, dan itu bikin Dean makin gak bisa tidur.

Semakin ku menyayangmu
Semakin ku harus melepasmu dari hidupku
Tak inging lukai hatimu lebih dari ini
Kita tak mungkin trus bersama
Drive - Melepasmu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar