Pahit kopi hitam sore itu menamparku akan realita hidup.
Hembusan angin sore menusuk tajam permukaan kulit
seolah-olah ingin menyadarkanku dari alam bawah sadarku.
Kutengguk kembali kopi didalam gelas itu.
Rasa pahit dan panas membasahi tenggorokanku. Membuat jantungku berdetak lebih cepat.
Adrenalinku terpacu, tetapi malah membuatku
merasa lebih tenang.
Aku tidak tahu bagaimana cara roda hidup berputar. Aku pun
tidak mengerti bagaimana alam selalu tahu isi kepala kami—para yang hidup. Dan
aku tidak bisa tidak peduli akan kemisteriusan semesta bekerja dan memengaruhi
hari-hari setiap yang bernapas.
Aku merasa tidak adil. Tidak adil akan keadilan yang entah
nyata atau maya di dunia ini.
Bagaimana bisa kesejahteraan dan kesengsaraan tidak mempunyai
porsi yang sama pada dunia, yang usut punya usut, ada keadilan didalamnya.
Bagaimana bisa kecantikan dan ketampanan menjadi lebih berat
timbangannya dari pada kesopanan dan kesantunan.
Tidakkah seharusnya keadilan membuat segala timbangan
menjadi seimbang?
Hidup memang pahit.
Sepahit kopi hitam soreku.
Walaupun aku tahu, sepahit apapun kopi hitam, kita masih
tetap menikmatinya.
Dan aku mencoba belajar untuk menikmati hidup dari secangkir
kopi hitam.
Walau tetap, ketidakadilan yang merajalela.
17.50 - 22 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar