Sabtu, 31 Desember 2016

[Bukan Fiksi 3] Penjelajah Maya 2016

Mungkin ini akan menjadi post yang membosankan? Atau bahkan sebaliknya? Saya tidak tahu. Bahkan, sampai detik saya menulis ini, saya tidak tau akan seperti apa isi post ini. Hari ini, di blog ini, akan diisi 2 post. Satu, post ini, yaitu tentang perjalanan membaca saya selama 2016—yang diikutkan untuk lomba #KuisBukuBaraAkhirTahun. Kedua, post tentang resolusi 2016. Dua post di hari terakhir 2016 untuk penutup tahun. So, here we go..

Awal tahun dimulai dengan kejadian-kejadian lucu. Saya mendapat moment tepat saat kembang api meletus dan terompet ditiup, 00:00 WIB. Saat itu adalah kedua kalinya saya merayakan tahun baru di Yogyakarta dan pertama kalinya sebagai mahasiswa. Saat itu saya dan teman-teman ikut merayakan di Jalan Malioboro. Tepat saat 00:00, ada yang menabrak pundak saya hingga membuat saya terpleset botol dan kulit pisang. Benar-benar tepat saat kembang api meletus dan terompet ditiup. Mantap. Sampai teman saya pun celetuk, “Awas tahun sial haha.” Itu pembuka tahun yang baik. Di bulan Januari itu pula, saya menulis resolusi akan menyelesaikan minimal 15 novel dan menulis review dari masing-masing novel tersebut dalam setahun. Untuk 15 novel memang tercapai, tapi untuk reviewnya? Errr... Hehe, bisa ditebak, kok, jawabannya. Setidaknya, saya sudah punya niat, hehe. *membela*

Perjalanan jelajah buku di 2016 ini benar-benar menantang. Saya memasuki tahap-tahap dimana saya bosan dengan genre favorit dan mencoba beberapa genre lain. Sebenarnya, itu sudah terjadi selama dua tahun belakangan ini, tapi perubahan besar justru terjadi di 2016. Karena akhirnya saya berani membaca genre lain. Rasanya... Seperti menaklukan ular besar yang tiba-tiba muncul dari bawah tanah, seperti avatar yang bisa mengendalikan empat elemen, seperti dapat menaklukan dan mengendalikan diri sendiri. Seserius itu. Ini mungkin karena saya tipe yang sangat takut keluar dari gua nyaman, apalagi untuk urusan genre novel. Genre yang biasa saya baca adalah romance dan horror. Iya, lebih banyak romance-nya, kok. Genre yang saya beranikan baca tahun ini adalah fantasi. Juga beberapa biografi orang-orang terkenal, hmm, sebagai genre inspiratif? Iya, termasuk.

Saya mulai benar-benar sadar, kalau di 2016 ini saya harus bisa lepas dari belenggu-belenggu yang menyesakan selama 2015. Fyi, 2015 salah satu tahun terburuk selama 19 tahun ini. Saya sadar sepenuhnya kalau saya sedang berada di kota orang, merantau. Itu berarti banyak beban dan tanggungjawab yang saya bawa. Saya dibiasakan untuk membaca sejak kecil. Jadi, bagi saya, membaca merupakan salah satu tanggungjawab yang harus tetap saya laksanakan, apalagi dikasih fasilitas-fasilitas yang mendukung, seperti selalu diberi uang tersendiri untuk beli novel. Juga ada beberapa orang yang membuat saya sadar, kalau membaca memang penting, entah kita sadar atau tidak. Beberapa orang itu pula menyadarkan saya, semalas-malasnya saya nantinya, setidaknya satu hari membaca minimal satu halaman buku atau dalam kasus saya adalah novel (hehe). Karena itu, awal tahun 2016 saya menargetkan minimal 15 novel dan bila tidak terpenuhi saya harus menerima hukuman dari diri saya sendiri—yang sebenarnya saya tidak tau apa hukumannya. Aneh? Iya, memang, tapi itu membuat saya sedikit belajar tentang tertib dan disiplin. Juga belajar tentang menghargai sebuah janji kecil dan menepatinya.

Dari novel-novel yang saya baca di 2016 ini pula saya belajar banyak tentang makna hidup dan pernak-perniknya. Penjelajahan saya yang beranjak dari hal-hal berbau romantis kekinian, menjadi hal-hal mengenai keseriusan hidup, mengenai arti-arti lain yang nyata dalam hidup, mengenai kehidupan detektif, mengenai dunia-dunia khayalan masa depan dengan teknologi-teknologi canggih, peperangan, dan berbagai macam lainnya. Bulan terakhir ini, Desember, saya sudah menghabiskan tiga novel. Tiga novel itu adalah Tentang Kamu – Tere Liye, Rindu yang Membawamu Pulang – Ari Sasongko, dan Sunset&Rosie - Tere Liye. Mereka mengajarkan saya arti keluarga. Mengajarkan saya seberapa besar kita ikhlas dalam menjalani hidup, seberapa tulus kita menerima apa-apa yang menimpa kita, dan juga belajar mengenai perjuangan yang harus ditempuh demi sebuah cita yang besar. Penjelajahan yang sangat menguras emosi. Tiga novel tersebut adalah penutup tahun yang sangat-sangat baik.

Mungkin, tidak banyak yang bisa kalian dapatkan dan pelajari dari post ini. Ini hanya post singkat tentang penjelajahan maya singkat saya selama 2016. Sangat-sangat singkat. Karena untuk menilik kejadian satu tahun kebelakang adalah kegiatan yang sangat menguras emosi, walau untuk tahun ini lebih banyak emosi-emosi positif dibandingkan tahun 2015. Tidak hanya perjalanan nyata, tetapi penjelajahan maya yang saya lakukan dengan novel ditahun 2016 ini memang sangat hebat dan penuh tantangan. Tahun 2016 adalah salah satu tahun terbaik bagi saya. Dan satu lagi yang menjadi bagian penting dari tahun ini adalah menularkan semangat membaca—khususnya novel—ke teman-teman terdekat saya. Menyebarkan virus baik, boleh dong? Hehe.

Terima kasih atas semua ini, Tuhan. Alhamdulillah.

“Karena pindah genre novel tidak semudah itu.” J


***

00:48 – 31 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar