Senin, 19 Desember 2016

Genggaman


Pernah terpikirkan, selama hidupmu, tangan siapa saja yang akan kamu genggam?
Atau mungkin,
Adakah tangan yang akan kamu genggam?
Atau yang lebih perih,
Adakah tangan yang bersedia kamu genggam?
Aku adalah salah satu dari sekian orang yang memikirkannya.
Aku pernah berpikir, seperti apa rasanya menggenggam. Iya, bukan hanya sekedar menggenggam yang aku maksud.
Bagaimana rasanya menggenggam sesuatu yang ingin sekali kita genggam?
Bagaimana rasanya menggenggam dan digenggam balik?
Bagaimana rasanya menggenggam... tanganmu?

Semuanya memang terdengar mudah. Ingin tau rasanya? Ya dicoba.
Tapi, percayalah, tidak semudah itu. Ketika kita telah menggenggam semua itu, lalu apa selanjutnya?
Oh, jangan itu dulu.
Bagaimana dan apa saja yang akan terjadi dan harus dikorbankan untuk merasakannya?
Coba ditelaah dulu. Dipelajari dulu. Sudah dapat jawabannnya? Oke.
Ketika kita telah menggenggam semua itu, lalu apa selanjutnya?
Apakah kita akan begitu saja melepaskan genggaman tersebut? Apakah rela? Setelah semua yang telah terjadi, genggaman tidak bisa lepas dengan mudah.
Tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk lepas. Bahkan, sebenarnya bisa saja lepas semudah kita buang angin. 

Ya, memang, semua tergantung dari cara kita mempertahankan genggaman itu.
Bagiku, mempertahankan genggaman lebih sulit dari mata kuliah sistem pengukuran listrik. Lebih sulit dari menelan sayur. Lebih sulit dari bangun tidur di hari Minggu.
Ketika kamu berusaha menggenggam sesuatu, tekad paling utama adalah berjanji tidak akan melepaskannya begitu mendapatkannya. Percaya atau tidak, janji itu diam-diam dibuat setiap orang yang sedang berusaha menggenggam sesuatu, secara sadar ataupun tidak sadar.
Ketika aku mendapatkan genggaman itu, hal pertama yang aku lakukan adalah merasakannya. Mulai dari rasa tangannya saat berada digenggamanku. Rasa tatapannya saat mata kami saling terkunci. Rasa degup jantungku saat kedua hal itu terjadi.

Ketika aku mendapatkan genggaman itu, mempertahankannya adalah satu-satunya pilihan. Termasuk tidak rela melihat orang tersebut menyakiti dirinya sendiri, dalam hal apapun. Itu satu-satunya pilihan. Aku sendiripun tidak bisa mengelak.

Jika kau belum mendapatkannya, maka berusahalah.
Jika kau sudah mendapatkannya, maka pertahankanlah.
Jika kau merasa genggaman itu tidak pas, maka coba sesuaikanlah.
Jika benar-benar tidak pas, jangan dipaksa, biarkan genggaman itu mencari artinya sendiri, biarkan genggaman itu mengalir terbawa waktu.

Jika genggaman itu memiliki arti lain, semoga arti lainnya adalah arti baik. Entah baik bagi siapa.

Satu hal lagi, jangan lupa berterima kasih kepada mereka yang bersedia dan berani menggenggam balik.


***
21.17 - 19 Desember 2016

3 komentar:

  1. Sering2 post ya kaka. Menginspirasi

    BalasHapus
  2. genggam? terkadang kita lupa diri sampai sampai menggenggamnya begitu erat dan akhirnya kita sadar akan lebih baik rasanya jika kita melepaskan genggaman itu.

    BalasHapus
  3. Si N*i*a*m ya???

    BalasHapus