Minggu, 31 Desember 2017
Dua Ribu Tujuh Belas
Sabtu, 30 September 2017
Dear San (5)
Minggu, 23 Juli 2017
Terima Kasih, Tuhan dan Kamu.
Hai, kamu yang di sana!
Sudah siap untuk membaca tulisan ini?
Tulisan ini bukan puisi romantis.
Bukan cerita pendek yang menyentuh.
Bukan pula, quotes kekinian yang akan di-save anak remaja.
Tulisan ini hanya sebagai bentuk rasa syukur dan ungkapan terima kasih.
Dari saya, kepada Tuhan dan kamu.
Untuk Tuhan,
Terima kasih atas segala kesempatan yang Engkau berikan.
KarenaNya, saya dapat merasakan semua hal amazing ini.
KarenaNya, saya dapat mengerti arti dari sebuah keikhlasan.
KarenaNya, saya dapat megetahui, bahwa bersyukur akan membuat kami jauh lebih bahagia.
KarenaNya, saya dapat belajar, bahwa setiap manusia memiliki batas masing-masing.
Terima kasih, Tuhan. Saya sangat bersyukur karena apa-apa yang telah terjadi hingga saat ini.
Especially, hari ini.
Untuk kamu,
Terima kasih telah mengajarkan saya banyak hal.
Tentang arti dari sebuah keluarga.
Tentang arti dari senyum yang mewakili berjuta kalimat.
Tentang arti dari mengalah dalam hidup. Dan arti lain, bahwa mengalah tidak selamanya kalah.
Tentang arti dari perjuangan.
Tentang arti dari jarak dan kepercayaan. Bahwa seharusnya, kepercayaan dan jarak memiliki nilai yang sebanding.
Terima kasih, untuk kesabaran dan ke-pengertian-annya.
Terima kasih untuk setiap senyum yang melelehkan saya.
Terima kasih untuk setiap tawa yang menggetarkan saya.
Terima kasih untuk setiap dekap yang menghangatkan saya.
Terima kasih untuk setiap genggaman yang menguatkan saya.
Sekali lagi,
Terima kasih, Tuhan.
Terima kasih, kamu.
***
Yogyakarta, 23 Juli 2017 - 22:37 WIB
Senin, 03 Juli 2017
Pantai Sore Itu
Disini, dibawah atap biru, aku berdiri.
Menikmati sejuknya angin dan hangatnya mentari.
Terlihat perahu nelayan yang terparkir rapi diujung dermaga.
Hasil tangkapannya tak terlihat.
Mungkin saja hari itu sedang tidak ada transaksi.
Yang ada hanya, mereka yang melipir untuk sekedar mengabadikan dalam sebuah atau dua buah foto.
Disini, dibawah atap biru, aku berdiri.
Ini bukan pantai, pun pelabuhan besar.
Orang-orang disini menyebutnya, tempat singgah.
Singgah untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.
Singgah untuk sekedar tau, bahwa masih ada angin darat yang tak kalah sejuk dari angin laut.
Disini, dibawah atap biru, aku berdiri.
Ini mungkin bukan tempat yang sama dari tempat kita dulu.
Bukan juga air laut yang sama.
Bukan pula pemandangan yang sama.
Tapi, aku tau.
Ini adalah mentari yang sama seperti ditempat kita dulu.
Indah senja yang sama seperti saat itu.
Harum asin laut yang sama seperti disitu.
Dan rasa yang sama seperti yang kita simpan dilubuk itu.
Karenanya, aku rindu.
***
Lasem, 28 Juni 2017 - 16:56 WIB
Selasa, 27 Juni 2017
Rasa Malam Ini
Ini menyakitkan.
Rasa itu menelisik dengan sangat lihai ke dalam relungku.
Aku bahkan tidak mengerti apa yang ia cari di sana.
Sebuah realita manis, pernyataan pahit atau hanya sekedar mencari tanya yang tak pernah terucap.
Aku tidak tahu bagaimana bisa kamu mempunyai pengaruh yang sangat dalam.
Kenapa?
Karena aku yakin, rasa yang masuk itu adalah kamu.
Sakit, memang, tapi bukan kah seharusnya kita sama-sama sudah terbiasa?
Kamu terbiasa dengan menciptakan dan aku terbiasa dengan penerimaan.
Aku dan kamu sama-sama tau rasa apa yang tumbuh saat ini.
Yang tidak kita tau, apakah rasa itu salah atau tidak?
Yang kita tau, setiap pertumbuhannya pasti menciptakan sakit.
Sebuah rasa yang telah akrab pada kita.
Mungkin untuk kali ini,
Tidak ada siapa pembuat dan siapa penerima.
Yang ada hanyalah, aku dan kamu, sama-sama merasakannya.
***
Kudus, 27 Juni 2017 - 23:15
Sabtu, 24 Juni 2017
Tatap dan Senyum
Pada lampu di ujung perempatan, kita berjumpa. Tatapmu lurus kedalam manik mataku. Aku diam membisu.
Kita tidak beranjak. Seolah-olah, detik demi detik merayap pelan sembari menggerogoti kaki-kaki kita. Atau mungkin hanya kakiku yang pasalnya, seperti membeku ditempat atau dipaku kedalam bumi.
Sejurus kemudian, kamu tersenyum. Senyum yang melelehkan semesta. Karena setelahnya, hujan turun rintik-rintik. Sepertinya, semesta pun setuju, bahwa senyummu dapat menggetarkan jantung siapapun. Termasuk aku dan langit.
Pada detik itu pula, aku berdoa. Semoga Tuhan berbaik hati untuk mempertemukanku dengan tatap dan senyum itu setiap harinya di masa depan.
***
Pekalongan, 24 Juni 2017 - 21:47 WIB
Sabtu, 17 Juni 2017
Pertanyaan Bunga Kepada Daun
Sabtu, 03 Juni 2017
Dear San (4)
#CumaDiSemester4
Rabu, 25 Januari 2017
Pulang dan Pergi
Bukan juga sekedar tempat pulang.
Bukan juga tempat untuk pergi.
Jakarta adalah kota ramai yang membuat hati sunyi.
Kota padat yang membuat hati lengang.
Kota dimana rumah, nyaman, dan luka ada didalamnya.
Kota dimana kata pergi menjadi begitu dingin dan kata pulang menjadi sangat hangat.
Jika pulang memberi kekuatan baru, maka pergi pun memberi luka baru.
Jika pulang membuka luka lama, maka pergi pun membuka lembar baru.
Jika pulang berarti menyelami jejak yang pernah ada, maka pergi berarti menyulam kenangan-kenangan itu.
Tidak semua pulang itu dinanti dan tidak semua pergi itu dihalau.
Bagiku, seberapa jauh kita pergi, kata pulang akan semakin berarti.
Bagiku, pergi itu ketika berani untuk terus menatap setiap titik yang tidak pasti didepan sana, dan pulang itu ketika kita berani untuk menghadapi setiap luka yang pernah tercipta.
Bagiku, pergi adalah perjalanan, dan pulang adalah pengistirahatan.
Karena pergi dan pulang hanya perkara seberapa jauh jarak yang ditempuh.
Karena itu pula, setiap orang memiliki arti pulang dan pergi yang berbeda-beda.
***
Kereta Jakarta - Yogyakarta, 05:17 - 25 Januari 2017